Mundurnya jadwal Pemungutan Suara Ulang (PSU) Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru sudah final setelah KPUD Pekanbaru menyampaikan pri hal pengunduran tersebut ke Mahkamah Konstitusi beberapa waktu yang lalu. Hal ini di perkuat dalam konfrensi pers yang dilakukan KPUD Pekanbaru bersama penjabat walikota, sekretaris daerah kota dan inspektorat seolah-olah kelompok ini menjadi satu kubu yang menginginkan PSU di undur. Sementara kubu yang lain terus bereaksi melakukan aksi demontrasi meminta agar PSU di laksanakan sesuai dengan jadwalnya, diantaranya yang paling getol adalah Barisan Penjaga Konstitusi (BAJAK) yang terus menerus berdemontrasi ke KPUD Pekanbaru dan kantor walikota. Dari kubu PAS sendiri, melalui ketua tim suksesnya, drh,Chaidir,MM juga meminta agar KPUD Pekanbaru mematuhi putusan mahkamah konstitusi untuk dapat melaksanakan Pemungutan Suara Ulang paling lama 90 hari dari amar putusan MK di terbitkan. Yang menarik kubu Berseri tidak bereaksi sama sekali, seolah-olah mengamini apa yang di lakukan KPUD Pekanbaru untuk tidak melaksanakan PSU. Bahkan Persoalan pengunduran PSU oleh KPUD Pekanbaru pun kini sudah menjadi isu nasional setelah secara khusus tayangan Genta Demokrasi di Metro TV membahas persoalan ini.
Banyak
kalangan menilai bahwa pengunduran PSU ini sangat kental dengan nuansa
politisnya, Dugaan ini berkembang setelah Ketua KPUD Pekanbaru Yusri Munaf yang
ingin menyelenggarakan PSU pada tanggal 14 September 2011 langsung di
berhentikan dengan alasan tidak professional menyelenggarakan Pilkada
Pekanbaru. “"Mengapa yang diganti hanya ketua, padahal pelaksanaan Pilkada
di lakukan secara kolektif oleh anggota komisioner lainnya, anggota yang lain
hanya mendapat teguran tertulis, mengapa saya saja yang di pecat, untuk memecat
harusnya ada prosesnya, tidak bisa langsung seperti ini”, sebut Yusri Munaf
melakukan pembelaan di sebuah media.
Penunjukkan
Syamsurizal sebagai Penjabat Walikota Pekanbaru oleh Gubernur Riau Rusli Zainal
pun dianggap sangat kental dengan nuansa politisnya, karena Syamsurizal
dianggap sebagai birokrat senior yang mampu mengamankan skenario pengunduran
PSU. Syamsurizal yang dinilai banyak masalah ketika memimpin Kabupaten
Bengkalis, kini secara tegas menyatakan tidak akan menyediakan anggaran untuk
PSU dengan alasan anggaran Pemko defisit 80 M, sedangkan sisa anggaran Pilkada
yang 3,4 M tidak bisa di gunakan dengan alasan numenklaturnya bukan untuk PSU
tetapi untuk Pilkada putaran kedua, itu pun di perkuat alasan adanya temuan
sebesar 1,8 M penggunaan dana Pilkada bermasalah, sehingga ini menambah
argumentasi untuk tidak berani mengutak-ngatik sisa dana Pilkada. Sedangkan
alasan lain mengapa PSU tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang
diminta MK , KPUD Pekanbaru menyebutkan perbaikan DPT dan perekrutan anggota
KPPS, PPS dan PPK yang baru membutuhkan waktu yang cukup lama.
Anggota
DPRD Pekanbaru pun mengomentari persoalan pengunduran PSU, diantaranya
disampaikan oleh wakil Ketua DPRD Pekanbaru Dian Sukheri, beliau menyebutkan
“bahwa sisa dana Pilkada yang 3,4 M seharusnya bisa digunakan dengan cara
mengubah naskah hibah oleh penjabat walikota tanpa mengubah numenklaturnya,
sedangkan kekurangannya bisa diselesaikan dengan mengacu kepada Permendagri
nomor 57 tahun 2009 pasal 8b ayat 2, tentang pedoman pengelolaan belanja
pemilukada, yang isinya, jika dalam Pemilukada daerah tidak mempunyai dana,
maka pihak Pemko/Pemkab dapat mengajukannya ke pemerintah Provinsi.” Sayangnya
hal ini tidak di lakukan oleh penjabat walikota yang nampaknya tidak punya niat
untuk melaksanakan PSU sesuai waktu yang diminta dalam amar putusan MK. Banyak
orang tidak percaya kalau Pekanbaru tidak punya uang, apalagi provinsi Riau
sebagai provinsi kaya yang termasuk penyumbang terbesar devisa Negara melalui
hasil minyak buminya.
Sedangkan untuk argumentasi perlunya perbaikan DPT dan perekrutkan kembali anggota KPPS, PPS dan PPK, Sekretaris Tim Pemenangan PAS M. Fadri AR yang juga anggota DPRD Pekanbaru menyebutkan bahwa “amar putusan MK tidak meminta adanya perbaikan DPT dan perekrutkan kembali anggota KPPS, PPS dan PPK. Secara gamblang dan terang MK hanya meminta pemungutan suara ulang, sehingga banyak kalangan menilai ini hanya akal-akalan pihak-pihak yang tidak ingin PSU di laksanakan sesuai dengan jadwalnya”. Masyarakat semakin merasakan telah terjadi politisasi pengunduran PSU.
Sedangkan untuk argumentasi perlunya perbaikan DPT dan perekrutkan kembali anggota KPPS, PPS dan PPK, Sekretaris Tim Pemenangan PAS M. Fadri AR yang juga anggota DPRD Pekanbaru menyebutkan bahwa “amar putusan MK tidak meminta adanya perbaikan DPT dan perekrutkan kembali anggota KPPS, PPS dan PPK. Secara gamblang dan terang MK hanya meminta pemungutan suara ulang, sehingga banyak kalangan menilai ini hanya akal-akalan pihak-pihak yang tidak ingin PSU di laksanakan sesuai dengan jadwalnya”. Masyarakat semakin merasakan telah terjadi politisasi pengunduran PSU.
Pada
akhirnya kita ingin mencoba mengiilas balik akar persoalan pengunduran PSU ini,
ternyata persoalannya tidak lepas dari perang politik dua orang yang pada saat
itu sama-sama berkuasa. Pilkada Pekanbaru adalah pertarungan politik antara
Rusli Zainal yang saat ini masih menjabat sebagai Gubernur Riau dengan Herman
Abdullah yang baru selesai menjabat walikota Pekanbaru dua priode. Pertarungan
itu ada sejak Herman Abdullah gagal menjadi ketua Golkar Riau, setelah Rusli
Zainal lebih memilih Indra Muchlis Adnan dengan skenario pemilihan secara
aklamasi di Kota Tembilahan dimana Indra menjadi Bupati. Padahal Herman lebih
senior dari Indra Muchlis Adnan, tetapi karena adanya hubungan kekeluargaan
antara Rusli dengan Indra, maka kursi Golkar I Riau tidak boleh jatuh ketangan
sembarang orang yang sebelumnya di nahkodai oleh Rusli Zainal. Pertarungan itu
berlanjut setelah dalam Pilkada Pekanbaru, Herman Abdullah secara terang-terangan
mendukung Firdaus,MT yang notabene masih satu kampung, sedangkan Rusli Zainal
tentunya berjuang sampai titik darah penghabisan, karena istrinya sendiri
Septina Prima Wati sebagai orang yang dipasang melawan kandidat dukungan Herman
Abdullah yakni Firdaus-Ayat Cahyadi. Sampai setelah hari pemilihan, ternyata
Septina kalah dengan angka yang cukup telak dengan persentase dibulatkan, 59 %
untuk Firdaus, dan 41 % untuk Septina. Tentunya Rusli tidak tinggal diam,
berbekal bukti-bukti pelanggaran yang dilakukan Herman Abdullah sebagai
walikota Pekanbaru dalam memenangkan pasangan Firdaus-Ayat Cahyadi, akhirnya
gugatannya dikabulkan MK, dengan putusan meminta KPUD Pekanbaru melaksanakan
Pemungutan Suara Ulang (PSU) paling lama 90 hari setelah amar putusan di dikeluarkan,
tepatnya paling lama pada tanggal 23 September 2011. Hanya sayangnya mengapa
PSU tidak juga dilaksanakan, inilah yang membuat banyak masyarakat beropini
bahwa telah terjadi politisasi pengunduran PSU.
Alasan
yang paling mengemuka mengapa PSU di undur adalah, karena apabila dilaksanakan
PSU, Septina akan kembali menerima kekalahan, dan ini menjadi persoalan sendiri
bagi harga diri sang penguasa di Negeri Riau ini. Seharusnya kekuatiran ini
tidak perlu ada, bukankah dalam pertandingan harus ada yang menang dan harus
ada yang kalah. Mempolitisasi persoalan PSU sama dengan menjalimi hak politik
masyarakat. Masyarakat yang seharusnya dipimpin oleh pemimpin yang dia pilih
sendiri, harus di halang-halangi oleh segelintir elit politik yang haus akan kekuasaan.
Ini sebuah kemunduran dalam berdemokrasi, dimana ada pihak yang tidak siap
menerima kekalahan dalam pertarungan politik.
Persoalan
kepemimpinan selevel walikota adalah persoalan hajat hidup orang banyak, maka
jangan sampai penundaan PSU justru menjadi bom waktu terhadap kenyamanan dan
kedamaian kota Pekanbaru yang selama ini sudah kita rasakan. Kita tidak ingin
melihat ada sekolompok massa yang anarkis melakukan aksi yang kontra produktif
terhadap pembangunan dan kenyamanan kota Pekanbaru. Peluang masuknya provokator
yang seolah-olah mereka ada dalam satu selimut tetapi mimpinya berbeda akan
sangat berpeluang terjadi. Tentunya kita menghimbau kepada pihak-pihak yang
telah di beri kewenangan untuk mengelola pemerintah dan mengayomi masyarakat
untuk bertindak arif dan bijaksana, untuk tidak mengkhianati kepercayaan yang
sudah di berikan masyarakat kepada mereka dengan sekali lagi untuk tidak
mempolitisasi Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang dalam pemilihan calon Walikota
dan Calon Wakil Walikota Pekanbaru.
Penulis :
Yusriadi,SE adalah Pemerhati Politik Riau