Sobat Muda.... Berikut adalah kisah nyata terkait sedekah seorang ibu yang bekerja sebagai pemungut sampah palstik pinggiran sungai dengan penghasilan hanya Rp. 7000 / hr namun beliau tetap menyisihkan uangnya untuk sedekah.
( kisah nyata team uang kaget)
Saya menemui Ibu Ela di rumahnya, depan
mesjid jami Al Hidayah di Darmaga Lonceng, Bogor. Menemuinya tidak butuh
waktu lama, karena hampir semua orang di dekat mesjid itu kenal Ibu
Ela. Rumahnya ada di dalam gang, sedikit di bibir sungai.
Saya mengucap salam dan dijawab oleh tetangganya…
“Mas.. cari bu Ela ya…?”
“Iya… orangnya ada Bu…?” tanya saya..
“Oh.. dia lagi di sungai” kata ibu tadi
“Ngapain Bu..?” saya bertanya lagi. Mungkin sedang mencuci pakaian, pikir saya.
“Memang kerjaannya tiap hari ke sungai, mungutin sampah-sampah plastic
dari botol kemasan sabun atau shampoo… bentar lagi juga pulang.” Jawab
itu tadi panjang lebar.
Informasi yang saya terima ternyata
benar adanya. Ibu Ela adalah wanita yang pekerjaannya memang
mengumpullkan sampah plastic dari kemasan. Cuma saya tidak terbayang,
bahwa untuk memperolehnya, dia harus memungut di sungai.
Tak
beberapa lama, datang wanita paruh baya, kurus, rambutnya diikat ke
belakang, banyak warna putihnya. Ibu Ela. Mengenakan baju bergambar
salah satu calon presiden dan wakil presiden pada pemilihan presiden
tahun 2004 lalu.
Saya langsung menyapa.
“Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikum salam. Ada apa ya Pak?” tanya Ibu Ela..
“Saya dari tabloid An Nuur, mendapat cerita dari seseorang untuk
menemui Ibu. Kami mau wawancara sebentar, boleh Bu…?” saya menjelaskan,
dan mengunakan ‘Tabloid An Nuur’ sebagai ‘penyamaran’.
“Oh.. boleh, silahkan masuk.”
Ibu Ela, masuk lewat pintu belakang. Saya menunggu di depan. Tak
beberapa lama, lampu listrik di ruang tengahnya nyala, dan pintu depan
pun dibuka.
“Silahkan masuk…”
Saya masuk ke dalam ‘ruang tamu’
yang diisi oleh dua kursi kayu yang sudah reot. Tempat dudukannya busa
yang sudah bolong di bagian pinggir. Rupanya Ibu Ela hanya menyalakan
lampu listrik jika ada tamu saja. Kalau rumahnya ditinggalkan, listrik
biasa dimatikan. Berhemat katanya.
“Sebentar ya Pak, saya ambil air minum dulu” kata Ibu Ela.
Yang dimaksud Ibu Ela dengan ambil air minum adalah menyalakan tungku
dengan kayu bakar dan diatasnya ada sebuah panic yang diisi air. Ibu Ela
harus memasak air dulu untuk menyediakan air minum bagi tamunya.
“Iya Bu.. ngga usah repot-repot.” Kata saya ngga enak.
Kami pun mulai ngobrol, atau ‘wawancara’.
Ibu Ela ini usianya 54 tahun, pekerjaan utamanya mengumpulkan plastic
dan menjualnya seharga Rp 7.000 per kilo. Ketika saya Tanya aktivitasnya
selain mencari plastic,
“Mengaji…” katanya
“Hari apa aja Bu…?” Tanya saya
“Hari senin, selasa, rabu, kamis, sabtu…” jawabnya. Hari Jum’at dan
Minggu adalah hari untuk menemani Ibu yang dirawat di rumahnya.
Oh.. jadi mengaji rupanya yang jadi aktivitas paling banyak. Ternyata
dalam pengajian itu, biasanya ibu-ibu pengajian yang pasti mendapat
minuman kemasan, secara sukarela dan otomatis akan mengumpulkan gelas
kemasan air mineral dalam plastik dan menjadi oleh-oleh untuk Ibu Ela.
Hmm, sambil menyelam minum air rupanya. Sambil mengaji dapat plastik.
Saya tanya lagi,
“Paling jauh pengajiannya dimana Bu?”
“Di dekat terminal Bubulak, ada mesjid taklim tiap Sabtu. Saya selalu hadir; ustadznya bagus sih…” kata Ibu Ela.
“Kesana naik mobil dong..?” tanya saya.
“Saya jalan kaki” kata Ibu Ela
“Kok jalan kaki…?” tanya saya penasaran.
Penghasilan Ibu Ela sekitar Rp 7.000 sehari. Saya mau tahu alokasi uang
itu untuk kehidupan sehari-harinya. Bingung juga bagaimana bisa hidup
dengan uang Rp 7.000 sehari.
“Iya.. mas, saya jalan kaki dari
dini. Ada jalan pintas, walaupun harus lewat sawah dan jalan kecil.
Kalau saya jalan kaki, khan saya punya sisa uang Rp 2.000 yang harusnya
buat ongkos, nah itu saya sisihkan untuk sedekah ke ustadz…” Ibu Ela
menjelaskan.
“Maksudnya, uang Rp 2.000 itu Ibu kasih ke pak Ustadz?” Saya melongo. Khan Ibu ngga punya uang, gumam saya dalam hati.
“Iya, yang Rp 2.000 saya kasih ke Pak Ustadz… buat sedekah.” Kata Ibu Ela, datar.
“Kenapa Bu, kok dikasihin?” saya masih bengong.
“Soalnya, kalau saya sedekahkan, uang Rp 2.000 itu udah pasti milik
saya di akherat, dicatet sama Allah…. Kalau uang sisa yang saya miliki
bisa aja rezeki orang lain, mungkin rezeki tukang beras, tukang gula,
tukang minyak tanah….” Ibu Ela menjelaskan, kedengarannya jadi seperti
pakar pengelolaan keuangan keluarga yang hebat.
Dzig! Saya seperti ditonjok Cris John. Telak!
Ada rambut yang serempak berdiri di tengkuk dan tangan saya. Saya Merinding!
Ibu Ela tidak tahu kalau dia berhadapan dengan saya, seorang sarjana
ekonomi yang seumur-umur belum pernah menemukan teori pengelolaan
keuangan seperti itu.
Jadi, Ibu Ela menyisihkan uangnya, Rp
2.000 dari Rp 7.000 sehari untuk disedekahkan kepada sebuah majlis
karena berpikiran bahwa itulah yang akan menjadi haknya di akherat
kelak?
‘Wawancara’ yang sebenarnya jadi-jadian itu pun segera
berakhir. Saya pamit dan menyampaikan bahwa kalau sudah dimuat, saya
akan menemui Ibu Ela kembali, mungkin minggu depan.
Saya
sebenarnya on mission, mencari orang-orang seperti Ibu Ela yang cerita
hidupnya bisa membuat ‘merinding’..Saya sudah menemukan kekuatan dibalik
kesederhanaan. Keteguhan yang menghasilkan kesabaran. Ibu Ela terpilih
untuk mendapatkan sesuatu yang istimewa dan tak terduga.
Minggu
depannya, saya datang kembali ke Ibu Ela, kali ini bersama dengan kru
televisi dan seorang presenter kondang yang mengenakan tuxedo, topi
tinggi, wajahnya dihiasai janggut palsu, mengenakan kaca mata hitam dan
selalu membawa tongkat. Namanya Mr. EM (Easy Money)
Kru yang
bersama saya adalah kru Uang Kaget, program di RCTI yang telah memilih
Ibu Ela sebagai ‘bintang’ di salah satu episode yang menurut saya salah
satu yang terbaik. Saya mengetahuinya, karena dibalik kacamata hitamnya,
Mr. EM seringkali tidak kuasa menahan air mata yang membuat matanya
berkaca-kaca. Tidak terlihat di televisi, tapi saya merasakannya.
Ibu Ela mendapatkan ganti Rp 2.000 yang disedekahkannya dengan Rp 10
juta dari uang kaget. Entah berapa yang Allah ganti di akherat kelak.
Ibu Ela membeli beras, kulkas, makanan, dll untuk melengkapi rumahnya.
Entah apa yang dibelikan Allah untuk rumah indahnya di akherat kelak...
Sudahkah kita menyisihkan ongkos ke akherat?
Sumber: Mardigu WP dan #Bosan jadi Pegawai
Posting by Riva Al-asy'ari
Posted in: ibu Ela, keajaiban sedekah, kisah sedekah, Sedekah
0 komentar:
Posting Komentar